Kamis, 22 Juli 2010

DIMATA PELUKIS MALIOBORO KIAN SEMRAWUT

Di kota Yogyakarta, di mana banyak orang menyebut kota ini memiliki sejuta kenangan, terdapat satu kawasan belanja legendaris, yakni Malioboro. 800m jalur searah ke selatan berakhir dititik 0km yogyakarta perempatan kantor pos gedung negara.


Jalan Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para

Seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti berm

ain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan ini.

Ada salah satu seniman lukis yang bernama Daryono 50th, berasal dari Tegal, yang sudah cukup lama berprofesi sebagai seniman di Malioboro. Tepat nya di depan Toko Dugem. Harapan dari Daryono ‘Pemerintah Yogyakarta hendak memikirkan nasib seniman agar tidak terperosot ke dalam’.


Indri Wahid dari AKJ melaporkan.






Rabu, 21 Juli 2010

Pasar Kitikan “Klodran”




Barang bekas, terkadang menjadi ukuran sebuah gengsi. Namun terkadang pula barang itu justru kian dicari karena langka dan mungkin saja harganya relatif murah. Seperti rutinitas kehidupan ekonomi yang terjadi di Pasar Klitikan Klodran. Pasar yang khusus menjajakan barang-barang bekas kian hari gaungnya makin redup, tersumbat oleh keramaian transaksi jual beli di pasar-pasar modern di sekelilingnya.

Meski kian terancam keberadaannya, nada-nada optimis para pedagagnya untuk bertahan masih nyaring terdengar. Seperti geliat yang ditunjukkan Ari salah seorang pedagang spare part motor di Pasar Klitikan Klodran, Solo. Dia mengaku salah satu kendala terbesar untuk tetap bertahan di pasar klitikan hanya dana. Namun jangan salah, ketika ditanya soal persaingan dengan pasar modern, dia tak henti-hentinya menegaskan, Pasar Klitikan Klodran tak akan menghilang.

”Kami di sini kan jual spare part bekas. Jadi ya berani bersaing, karena harga jauh lebih murah, tapi kualitas masih bagus. Lagipula para pembeli juga lebih suka membeli di sini, karena suasana lebih nyaman, dan kekeluargaan,”ucapnya.
Kendati demikian, dia mengaku ada jalan panjang yang berat untuk bertahan di Pasar Klitikan Klodran.”Tahun pertama dulu memang sepi, tapi kini sudah mulai normal. Hanya saja kami berharap, pemerintah lebih memperhatikan kami, khususnya di bidang promosi, serta sarana dan prasarana seperti bangunan dan lahan parker,” harapnya,

Pasar Klitikan Klodran, merupakan salah satu icon pasar tradisional di Kota Solo. Pasar ini terbilang unik, selain khusus hanya menjajakan barang-barang bekas, pasar ini juga menjadi titik awal sejarah kehidupan para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Solo.
Pasar Klitikan Klodran merupakan pindahan dari para PKL Banjarsari tiga tahun lalu itu. Layaknya suasana pasar tradisional, di Pasar Klitikan Klodran, suasana khas yang tak bisa ditemukan di pasar modern masih melekat, Seperti kebiasaan oleh utang ketika uang yang dimiliki pembeli tak cukup.

Kehidupan khas di pasar tradisional itu memang sengaja terus dipertahankan oleh Pemerintah Kota Solo yang tengah mem-branding Kota Solo dalam ruang Solo tempo dulu dan Solo masa depan. Anang Banto, salah satu staf Dinas Pengelola Pasar Kota Solo, yang bertugas di Klodran, menyatakan,komitmen pemerintah untuk mempertahankan pasar tradisional bisa dibuktikan. Bahkan komitmen itu, sudah membuahkan hasil.